Kamis, 30 Mei 2013

OPTIMASI TENAGA AHLI DPRD


TENAGA AHLI DPRD


I. PENGANTAR.


Pemerintahan di Daerah terdiri atas Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, Walikota yang dilengkapi dengan perangkat Daerah, yaitu organisasi Pemerintah Daerah terdiri atas, Sekretariat Daerah, Dinas, Badan dan Lembaga Teknis Daerah (ditambah dengan Kecamatan dan Kelurahan/Desa untuk daerah Kabupaten dan Kota) yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah. Sebagai bagian dari unsur penyelenggaraan pemerintahan di Daerah, DPRD dibentuk untuk melaksanakan fungsi pokok yaitu : fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan sedangkan untuk melengkapi fungsi pokok dimaksud kepadanya diberi hak hak, yaitu : hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan hak imunitas. Oleh karena wakil rakyat tidak dapat lepas dalam peran representasi, artikulasi dan agregasi kepentingan rakyat banyak, maka diperlukan kemampuan personal dan kelompok dalam membawa kepentingan masyarakat banyak yang lebih luas di berbagai kesempatan, karena harus melewati proses politik dengan lembaga lain seperti pemerintah Daerah (eksekutif), ormas dan pelaku bisnis, sebab dalam pelaksanaan fungsi legislasi ini merupakan suatu proses untuk mengakomodasi berbagai kepentingan para pihak (stakeholders), untuk menetapkan bagaimana pembangunan di daerah akan dilaksanakan. Untuk melengkapi ke tiga fungsi itu DPRD  mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut :
  • membentuk peraturan daerah bersama gubernur;
  • membahas dan memberikan persetujuan rancangan Perda mengenai APBD yang diajukan oleh gubernur;
  • melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda;
  • Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan;
  • memilih wakil gubernur dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil gubernur;
  • memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
  • memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
  • meminta laporan keterangan pertanggungjawaban gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
  • memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah;
  • mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
  • melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan Gubernur dan Wakil Gubernur dan,
  • Perumuan fungsi, tugas dan wewenang DPRD diatur lebih lanjut dalam Peraturan Tata Tertib DPRD dan dibantu dengan pelayanan Sekretariat DPRD.
Dibandingkan Kepala daerah dalam kedudukannya sebagai kepala eksekutif, selain menguasai APBD  yang dilengkapi dengan perangkat Daerah,  cukup memadai, (Sekretariat Daerah, Badan/Dinas maupun lembaga teknis) sebagai unsur pelaksana, karena tugasnya yang bersifat administratif dan rutin, maka para unsur pelaksana ini pada umumnya memiliki kemampuan teknis  dan wawasan yang relatif memadai dan spesifik di bidangnya masing-masing, sementara anggota DPRD yang berjumlah 100 orang dengan berbagi latar belakang, pendidikan, pengetahuan, kemampuan, pengalaman dan ketrampilan yang beragam,  tidak sebanding dengan Kepala Daerah dengan sejumlah perangkatnya, wajar saja seperti kalau dalam penelitannya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkap   beberapa hal,  antara lain :
  1. Fungsi legislasi : (1) sebagian besar inisiatif Peraturan Daerah (Perda) datang dari Eksekutif; (2) kualitas Perda masih belum optimal, karena kurang mempertimbangkan dampak ekonomis, sosial dan politis secara mendalam; (3) kurangnya pemahaman terhadap permasalahan daerah.
  2. Fungsi anggaran : (1) belum memahami sepenuhnya sistem anggaran kinerja; (2) belum cukup menggali aspirasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan partisipatif; (3) kurangnya pemahaman terhadap potensi daerah untuk pengembangan ekonomi lokal.
  3. Fungsi pengawasan : (1) belum jelasnya kriteria untuk mengevaluasi kinerja Eksekutif, karena Daerah belum sepenuhnya menerapkan anggaran kinerja dengan indikator keberhasilan yang jelas; (2) hal tersebut mengakibatkan penilaian yang subjektif; (3) terkadang pengawasan berlebihan dan/atau KKN dengan Eksekutif.
Untuk mensejajarkan atau paling tidak dapat mengimbangi gerak langkah Kepala Daerah beserta perangkat dan unsur-unsur pelaksananya, terutama untuk meningkatkan kinerja yang lebih baik dalam mengembangkan pola hubungan kemitraan DPRD dengan Kepala Daerah, maka anggota DPRD sebagai legislator dalam memperkuat fungsinya, perlu antara lain; penguatan fungsi DPRD; Optimasi pelayanan Sekretariat DPRD dan dibantu oleh Tenaga ahli yang berkompten. 

II. TENAGA AHLI


Menurut ketentuan UU No.27/2009 juncto PP No.16/2010 dimungkinkan DPRD dibantu oleh tenaga ahli, dari kelompok pakar, dan atau tim ahli kepada DPRD, dan memang seharusnya DPRD memiliki penasihat, pendamping, atau pembantu (selain pelayanan dari Sekretariat DPRD) dalam melaksanakan fungsinya, sebatas kemampuan daerah mendukung. Penempatan Tenaga ahli ini paling tidak sesuai dengan jumlah fraksi dan alat kelengkapan dewan lainnya. Untuk penempatan tenaga ahli difraksi dapat dilakukan secara periodik, sedangan penempatan di alat kelengkapan dewan dilakukan secara insidensial, sesuai dengan kebutuhan.

1. Meningkatkan kemampuan legal drafting.

Fungsi legislasi dapat dijalankan DPRD lebih optimal dalam bentuk pembuatan kebijakan bersama-sama dengan kepala daerah, apakah itu dalam bentuk peraturan daerah atau rencana strategis lainnya, diperlukan tenaga ahli sejak perencanaan, pelaksa naan sampai dalam bentuk keputusan termasuk juga mengawasi pelaksanaannya, hal ini diperlukan untuk menjaga kemitraan yang seimbang, untuk itu anggota DPRD perlu memahami dan kemampuan legal drafting, dengan mengoptimasi tenaga ahli yang ada. Dibanyak kasus Raperda pada proses pembahasan, belum banyak tenaga ahli berperan disana, hal ini terbukti, antara lain :
1. Naskah akademik sebagai obyek pembahasan sebuah raperda, masih dianggapnya sebagai bahan mentah, bukan bahan setengah jadi. Padahal sejak penelitian, perumusan, sosialisasi, penyusunan draft raperda sampai tersaji dalam bentuk naskah akademik, keterlibatan tenaga ahli para akademisi, peneliti dalam penyusunan naskah akademik ini sangat vital, disamping telah dirumuskan dengan baik melalui berbagai hasil penelitian, referensi dikomunikasikan /disosialisasikan kepada masyarakat luas/pengguna perda, para tokoh/komunitas dan stackhoder lainnya, termasuk ketelitian dalam soal bahasa hukum.
UNDP memberikan pengertian sebagai berikut : Naskah akademik memuat gagasan pengaturan suatu materi perundang-undangan (materi hukum) bidang tertentu yang telah ditinjau secara holistik-futuristik dan dari berbagai aspek ilmu, dilengkapi dengan referensi yang memuat: urgensi, konsepsi, landasan, alas hukum dan prinsip-prinsip yang digunakan serta pemikiran tentang norma-norma yang telah dituangkan ke dalam bentuk pasal-pasal dengan mengajukan beberapa alternatif yangdisajikan dalam bentuk uraian yang sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan secara lmu hukum dan sesuai dengan politik hukum yang telah digariskan.
Untuk mampu menyusun seperti itu diperlukan tenaga ahli yang setidak tidaknya memiliki kualifikasi sebagai berikut :
berpendidikan serendah-rendahnya strata satu (S1) dengan pengalaman kerja paling singkat 5 (lima) tahun, strata dua (S2) dengan pengalaman kerja paling singkat 3 (tiga) tahun, atau strata tiga (S3) dengan pengalaman kerja paling singkat 1 (satu) tahun;
menguasai bidang pemerintahan; dan
menguasai tugas dan fungsi DPRD.
2. Naskah Akademik, merupakan naskah yang dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek atau arah pengaturan Rancangan Undang-Undang yang pada dasarnya merupakan buku thesis pertanggung jawaban bagi penyusun (Tim, Tenaga Ahli, atas prakarsa sekelompok anggota DPRD) dihadapan penguji ( Komisi pembahas ) pada kesempatan rapat2 pembahasan/hearing/publik hearing sampai tahapan finalisasi. sebagai bahan pembanding, menurut penjelasan Proceding Officer Pemerintahan Lokal Cardiff UK " 99 % Naskah akademik dipastikan tidak banyak perubahan pada pembahasan parlemen lokal" .
3. Pertanyaan kunci bagi penguji Naskah Akademik adalah Apakah peraturan itu dibuat sudah sesuai dengan landasan dan azas azas pembentukan peraturan daerah ? Landasan pembentukan Perda, mencakup, Landasan filosofis, yaitu landasan yang berkaitan dengan dasar atau ideologi Negara; Landasan sosiologis, yaitu landasan yang berkaitan dengan kondisi atau kenyataan empiris yang hidup dalam masyarakat, dapat berupa kebutuhan atau tuntutan yang dihadapi oleh masyarakat, kecenderungan, dan harapan masyarakat; dan Landasan yuridis, yaitu landasan yang berkaitan dengan kewenangan untuk membentuk, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, tata cara atau prosedur tertentu, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 

Mengingat Peraturan Daerah adalah merupakan produk politis maka kebijakan daerah yang bersifat politis dapat berpengaruh terhadap substansi Peraturan Daerah. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan kebijakan politis tersebut tidak menimbulkan gejolak dalam masyarakat
Sedangkan pertanyaan lanjutan adalah mengenai asas asas pembentukan peraturan perundang-undangan, mencakup  :

  1. kejelasan tujuan,  “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai  tujuan yang jelas yang hendak dicapai”.
  2. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat. “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
  3. kesesuaian antara jenis dan materi muatan. “bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang- undangannya.”
  4. dapat dilaksanakan. “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.”
  5. kedayagunaan dan ke hasil gunaan. “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”
  6. kejelasan rumusan. “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
  7. keterbukaan bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan,dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang undangan.

Sementara tugas tenaga ahli dalam setiap tahapan pembahasan adalah meyakinkan, menjelaskan dan memfasilitasi ketika Komisi Pembahas, melakukan rapat rapat pembahasan, publik hearing dengan berbagai pihak untuk meyakinkan bahwa raperda yang sedang dibahas layak diberlakukan. Sedangkan berkaitan dengan teknik penyusunan peraturan perundang undangan/teknik legal drafting  merupakan tanggung jawab tenaga ahli pada saat awal penyusunan draft raperda.

2. Tenaga Ahli Keuangan.



Fungsi budgeting/penganggaran merupakan fungsi DPRD yang berkaitan dengan penetapan dan pengawasan penggunaan keuangan daerah. Dalam pelaksanaan fungsi ini, DPRD perlu ditunjang dengan tenaga ahli yang memiliki kemampuan perencanaan/penganggaran keuangan Daerah. Dukungan ini diperlukan anggota dewan ketika merumuskan berbagai kebijakan bersama-sama dengan Kepala daerah, dalam bentuk telaah, rumusan KUA PPAS, kebijakan Keuangan, kebijakan pengawasan dan lainnya, sedangkan pemahaman public finance bersama dengan fasilitasi tenaga ahli perlu terus dikembangkan mengikuti penerapan sistem keuangan pemerintah yang terus berubah. Mengingat Fungsi budgeting ini merupakan fungsi yang sensitif dan strategis, biasanya sumber terjadinya kesalahan/kekeliruan dan penyalahgunaan keuangan daerah selalu melibatkan kedua unsur pemerintahan daerah tersebut.

3. Mengembangkan prosedur dan teknik-teknik pengawasan,


Pengawasan yang dilakukan DPRD adalah pengawasan politik bukan pengawasan teknis. Untuk itu DPRD dilengkapi dengan beberapa hak, antara lain hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat. Dengan hak interpelasi maka DPRD dapat meminta keterangan dari kepala daerah tentang kebijakan yang meresahkan dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat. Hak angket dilakukan untuk menyelidiki kebijakan tertentu dari kepala daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat dan diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Fungsi pengawasan DPRD bukan menjalankan fungsi pengawasan teknis, seperti Inspektorat atau BPK, namun setidak tidaknya memiliki manual pengawasan seperti yang di parlemen Australia, untuk ini dengan pendampingan tenaga ahli perlu dikembangkan baik model maupun tekniknya, karena dengan keberhasilan fungsi ini akan memberikan kredibilitas yang tinggi kepada DPRD. Dapat dipikirkan pula apakah pengawasan akan masuk pada soal-soal administratif, seperti mengawasi projek-projek pembangunan atau pengawasan terhadap daftar anggaran satuan kerja (DASK) yang merupakan kompetensi Inspektorat, atau paling tidak DPRD memiliki akses kepada hasil pengawasan Inspektorat, tetapi hal inipun harus dipertimbangkan dengan baik, mengingat Inspektorat selama ini merupakan bagian dari Satuan Pengawasan Internal (SPI) yang user-nya adalah kepala daerah.

 II. PENUTUP



Sekiranya upaya-upaya penguatan fungsi legislatif, optimasi pelayanan Sekretariat DPRD dan optimasi tenaga Ahli dapat dilaksanakan dengan konsisten dan terprogram, dapat diharapkan adanya peningkatan performance DPRD yang lebih baik. Kedepan hal ini merupakan tuntutan rakyat akan kualitas para wakilnya, mengingat Undang-undang No. 32 tahun 2004 menempatkan DPRD dan Kepala Daerah sebagai dua unsur pemerintahan daerah yang memiliki hubungan kemitraan yang menuntut adanya kesejajaran dalam kualitas kerja.

Referensi sederhana :
Parlemen Cardiff UK
Parlemen Australia Barat
Proyek UNDP : Panduan penyusunan Perda
Peraturan- Peraturan

SALAM SATU JIWA soeroto1@yahoo.com
.

Kamis, 23 Mei 2013

AREMA MENANG TELAK

1. Pendahuluan.

Aman terkendali, itulah kesan   siang tadi ketika menyaksikan  hasil perhitungan suara Pilkada di RT, ya memilih calon Walikota Malang periode 2013-2018. Sebagai pemilih baru, maksudnya memang baru memilih pertama kali di kota Malang, sebab  satu bulan yang lalu sekeluarga memperoleh Kartu Tanda Penduduk (KTP) kota Malang. 

Berdasarkan daftar pemilih yang ada, disediakan hampir 400 lembar kertas suara, sementara 100an kertas suara tidak digunakan oleh pemilik suara. Kertas suara yang sah 260an, sedangkan kertas suara yang tidak sah 25an yang tidak sah.

Hasil sementara perhitungan suara secara manual di KPPS setempat diperoleh hasil secara berurutan berdasarkan hitung manual sebagai berikut : Calon Nomor 1 dengan persentase 5 %an Calon Nomor 2 dengan prosentase 27 %an Calon Nomer urut 3 dengan prosentase  12 %an; Calon Nomor urut 4 dengan persentase 1 %an Canon Nomor 5 dengan persentase 2 %an dan Calon Nomer urut 6 dengan persentase 55 %an dan seandainya informasi data  ini sebagai bahan sample quick count maka, dipastikan Calon nomer urut enam sebagai pemenangya.

2. Analisis Suka suka Aku


Pengenalan calon lewat  partai diberbagai media termasuk kampanye mengumpulkan sejumlah warga dengan menyampaikan visi misi calon, sepertinya sudah tidak efektif lagi walaupun itu perlu, namun sebagian warga lebih melihat figur calon dengan  rekam jejak  yang diketahui lewat gethok tular. 

Tingkat partisipasi warga yang ditunjukan dengan sejumlah surat suara yang tidak digunakan pemiliknya  hampir 1/3 % yang oleh berbagai pihak dianggapnya tingkat partisipasinya rendah, sepertinya tidak tepat benar, setidak tidaknya dilingkungan kampung yang tingkat ekonomi dan jenis pekerjaannya  tergolong kelas menengah kebawah. Hal ini tercermin dari obrolan demam pilkada setelah sholat magrib  dengan kata kata mengerucut  yang paling dominan :"Siapa yang mau menjamin dapur masih mengepul kalau saya harus menunda pekerjaan hari itu", ya kalau PNS atau pegawai swasta lainnya bosnya mengijinkan, wong saya gak punya boss, atau boosnya banyak soalnya tukang parkir atau kata kata lain yang sejenis.

Sinyalemen kampanye hitam sepertinya masih saja ada, tentu ada modus yang lebih baik, antara lain;  dari calon tertentu menyediakan fasilitas gratiss tis, wisata keluarga dengan anak istri  ke Jatim Park, Tempat tempat wisata di wilayah Jawa Timur,  wisata religi Wali Lima dan sampai ke Pulau Maadura. Semua itu dilakukan jauh sebelum hari pencoblosan.  Apa ini termasuk kampanye hitam???.  Mungkin ini sebuah kreatifitas agar terhindar dari larangan kampanye hitam. Demikian halnya dengan sinyalemen yang disebutnya sebagai serangan fajar, dengan uang sebesar Rp 50.000.000,  dengan harapan akan mencoblos calon tertentu sepertinya modus ini sudah gak berlaku lagi katanya genaro ngalam gak ngefek ya hasilnya seperti tersebut di atas. Lho koq begitu???

3. Kesimpulan.

Dari sejumlah suara yang tidak sah tersebut di atas, bukan karena cacat kertas suara misalnya robek, tinta tebal, atau coblosan tidak tepat, tapi..... dua, tiga, empat atau ke enam enamnya dicoblos semua, akhirnya oleh KPPS dinyatakan tidak sah.
Analisis suka suka saya : Sepertinya pemilih takut dosa memegang amanah, amanah apa???... ya itu tadi,... pernah diajak rekreasi gratis, wisata religi gratis, dikasih uang Go Cap lagi. Salah kalau  tidak dicoblos semua, soalnya mereka telah menyenangkan saya, walaupun hanya pada kesempatan itu saja.
Akhirnya   AREMA MENANG TELAK


SALAM SATU JIWA
soeroto1@yahoo.com


Selasa, 21 Mei 2013

REFORMASI MEI 1998 TERNYATA


Maafkan saya mahasiswa


Mengingat kembali 15 tahun yang lalu tepatnya pada pertengahan tahun 1998, tercatat dalam sejarah Indonesia , ada  peristiwa penting yang ditandai dengan mundurnya Presiden Suharto sebagai Kepala Negara dan Pemerintahan, tepatnya tanggal 21 Mei 1998, sebagai akibat dari berbagai krisis yang tak kunjung ada penyesaian.

Pemerintahan orde baru waktu, dengan slogan pembangunannya diharapkan mampu mengangkat Indonesia dari keterpurukan ekonomi, sosial dan politik, ternyata belum memberikan kemajuan yang berarti. Sedangkan peran sosial politik ABRI dengan otoritas dwiwungsinya, ternyata hanya untuk memperkokoh pemerintahan yang otoriter, tertutup, personal, represif dan sentralistik, yang ditunjukan dengan sikapnya, ketika warga negara menyampaikan hak politiknya menyampaikan kritik dan pendapat, sangat mudah dituduh  sebagai tindakan subversif, anti-Pancasila, anti pembangunan dan dicap sebagai komunis.  Sementara Golkar yang menjadi partai terbesar dibuatnya seolah  representasi suara rakyat sebagai perwujudan pembangunan demokrasi pada masa itu, ternyata tidak lebih dari alat pemerintah orde baru untuk mengamankan kehendak penguasa, sedangkan kegiatan kelembagaan negara lainnya , baik pusat maupun daerah ternyata tak lebihnya simphoni orchestrasi tanpa peduli,  ABS (Asal Bapak Senang).

Beruntunglah kita masih punya mahasiswa yang memiliki idealisme tinggi, dan diberbagai kesempatan dan belahan dunia, ternyata mahasiswa selalu terdepan memperjuangkan hak hak rakyat yang azasi Dan ternyata sukses melengserkan pemerintahan orde baru waktu itu, yang rentetan peristiwanya sebagai berikut :

5 Maret 1998
Dua puluh mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR untuk menyatakan penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban presiden yang disampaikan pada Sidang Umum MPR dan menyerahkan agenda reformasi nasional. Mereka diterima dan didukung oleh Fraksi ABRI.

11 Maret 1998
Soeharto dan BJ Habibie disumpah menjadi Presiden dan Wakil Presiden

14 Maret 1998
Soeharto mengumumkan kabinet baru yang dinamai Kabinet Pembangunan VII.

15 April 1998
Soeharto meminta mahasiswa mengakhiri protes dan kembali ke kampus karena sepanjang bulan ini mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi swasta dan negeri melakukan unjuk rasa menuntut dilakukannya reformasi politik.

18 April 1998
Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto dan 14 menteri Kabinet Pembangunan VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di Pekan Raya Jakarta namun cukup banyak perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang menolak dialog tersebut.

1 Mei 1998
Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dachlan mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.

2 Mei 1998
Pernyataan itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan reformasi bisa dilakukan sejak sekarang (tahun 1998).

4 Mei 1998
Mahasiswa di Medan, Bandung dan Yogyakarta menyambut kenaikan harga bahan bakar minyak (2 Mei 1998) dengan demonstrasi besar-besaran. Demonstrasi itu berubah menjadi kerusuhan saat para demonstran terlibat bentrok dengan petugas keamanan. Di Universitas Pasundan Bandung, misalnya, 16 mahasiswa luka akibat bentrokan tersebut.

5 Mei 1998
Demonstrasi mahasiswa besar - besaran terjadi di Medan yang berujung pada kerusuhan.

9 Mei 1998
Soeharto berangkat ke Kairo, Mesir untuk menghadiri pertemuan KTT G -15. Ini merupakan lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai Presiden RI.

12 Mei 1998
Aparat keamanan menembak empat mahasiswa Trisakti yang berdemonstrasi secara damai. Keempat mahasiswa tersebut ditembak saat berada di halaman kampus.

13 Mei 1998
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi datang ke Kampus Trisakti untuk menyatakan duka cita akibat  kerusuhan.

14 Mei 1998
Soeharto seperti dikutip koran, mengatakan bersedia mengundurkan diri jika rakyat menginginkan. Ia mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo. Sementara itu kerusuhan dan penjarahan terjadi di beberapa pusat perbelanjaan di Jabotabek seperti Supermarket Hero, Super Indo, Makro, Goro, Ramayana dan Borobudur. Beberapa dari bangunan pusat perbelanjaan itu dirusak dan dibakar. Sekitar 500 orang meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi selama kerusuhan terjadi.

15 Mei 1998
Soeharto tiba di Indonesia setelah memperpendek kunjungannya di Kairo. Ia membantah telah mengatakan bersedia mengundurkan diri. Suasana Jakarta masih mencekam. Toko-toko banyak ditutup. sementara  warga pun masih takut keluar rumah.

16 Mei 1998
Indikasi situasi Jakarta semakin panas, warga asing berbondong-bondong kembali ke negeri mereka, suasana semakin mencekam.

19 Mei 1998
Soeharto memanggil sembilan tokoh Islam seperti Nurcholis Madjid, Abdurrahman Wahid, Malik Fajar, dan KH Ali Yafie. Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir 2,5 jam (molor dari rencana semula yang hanya 30 menit) itu para tokoh membeberkan situasi terakhir, dimana eleman masyarakat dan mahasiswa tetap menginginkan Soeharto mundur.
Permintaan tersebut ditolak Soeharto. Ia lalu mengajukan pembentukan Komite Reformasi. Pada saat itu Soeharto menegaskan bahwa ia tak mau dipilih lagi menjadi presiden. Namun hal itu tidak mampu meredam aksi massa, mahasiswa yang datang ke Gedung MPR untuk berunjuk rasa semakin banyak. Sementara itu Amien Rais mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional.

20 Mei 1998
Jalur jalan menuju Lapangan Monumen Nasional diblokade petugas dengan pagar kawat berduri untuk mencegah massa masuk ke komplek Monumen Nasional namun pengerahan massa tak jadi dilakukan. Pada dinihari Amien Rais meminta massa tak datang ke Lapangan Monumen Nasional karena ia khawatir kegiatan itu akan menelan korban jiwa. Sementara ribuan mahasiswa tetap bertahan dan semakin banyak berdatangan ke gedung MPR / DPR. Mereka terus mendesak agar Soeharto mundur.

21 Mei 1998
Kamis, pukul 09.05 Diistana Merdeka Soeharto mengumumkan mundur dari kursi Presiden dan BJ. Habibie disumpah menjadi Presiden RI ketiga.

Sukses reformasi ini ternyata berawal dari idealisme mahasiswa, dipicu, dan digerakan oleh mahasiswa, dan seharusnya ucap terima kasih ditujukan kepada mahasiswa. Akhirnya ternyata kita salah, menyebut tokoh reformasi bukan dari kalangan mahasiswa.

SALAM SATU JIWA 

BERSAMBUNG.
soeroto1@yahoo.com

Senin, 20 Mei 2013

MENGAMATI PENGAMAT, PRAKTISI POLITIK DAN HUKUM



Sejak jaman kolo bendu (jaman baheula) para ahli hukum saja kesulitan untuk memberi arti dan pengertian tentang hukum seperti ungkapan Emmanuel Kant yang terkenal dengan "NOCH SUKKEN DIE JURISTEN EINE DIFINISIEN BEGRIEF VON RECHT" apalagi ahli ilmu politik, salah satunya Prof Meriam Budiardjo antara lain tidak adanya kesepakatan para ahli dalam memberi arti dan pengertian politik : kata Politik secara jungkir balik diartikan bermacam-macam tergantung dari berbagai pendekatan dan idiologi para ahli yang diyakini kebenarannya; Seperti berikut ini ; Politik
adalah Kekuasaan, Politik adalah Kekuatan, Politik Kepemerintahan, dari sejumlah arti dan pengertian politik yang disampaikan para ahli, penulis lebih sreg Politik adalah bernegara yang baik atau dengan bahasa awam Politik adalah bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang baik, atau lebih singkat BERNEGARA YANG BAIK TITIK dengan bangunan konstruksi sistematika oleh tiap- tiap negara. Apapun yang dilakukan oleh warga negara atau penyelenggara Negara sepanjang itu baik untuk negara dan bangsanya maka itulah pengertian politik yang benar. Menetapkan kata politik dengan bernegara yang baik sebagai pedoman kita, agar ketika terlibat dalam membicarakan kita tidak bias.

Kemudian untuk kata hukum kita menggunakan kamus umum goggle menemukan bahwa arti hukum dalam bahasa inggris adalah ‘law’. Kata law dalam bahasa inggris didefinisikan dalam kamus Oxford sebagai; “All the rules established by authority or custom for regulating the behavior of members of a community or country”. artinya; “Semua peraturan yang ditetapkan oleh otoritas atau kustom untuk mengatur perilaku anggota komunitas atau negara”. Kustom yang diterjemahkan dari custom oleh google di sini bisa berarti adat atau kebiasaan. tentu saja apabila anggota komunitas itu melanggar kepadanya maka akan dikenakan sanksi, baik sanksi adat maupun sanksi negara.

Persoalan Pertama :

Siapapun sangat berpotensi jadi pengamat, ya politik ya pengamat hukum. Persoalannya adalah seperti yang dinyatakan oleh Hoogerwerff dalam Politikologi mengatakan problemnya adalah Obyektifitas dan Subyektifitas sebuah pengamatan. Pengamatan dapat dikatakan obyektif atau subyektif sangat tergantung dari latar belakang pengetahuan, pendidikan (tak harus pendidikan formal), pengalaman (tidak harus pengalaman yang melembaga) dan tak kalah pentingnya (faktor dominan) adalah keyakinan atau idelogi / orientasi seorang pengamat, apapun kedudukannya sebagai pengamat, pakar, ahli /pakar atau akademisi ataupun orang yang biasa biasa saja. Artinya orang awampun kadang dalam pengamatanya relatif lebih baik dibanding dengan pakar atau akademisi. Bak kita sebagai penonton sepakbola dengan berbagai analisa teknik dan strategi menggiring dan menendang bola, sepertinya kitapun lebih ahli daripada pemainnya.

Persoalan Kedua :

Adalah penguasaan informasi; Biasanya obyek pengamatan tidak lepas dengan adanya informasi terbatas, baik sengaja dibatasi atau tidak. Dalam banyak kasus, dari informasi awal kita sudah kebat kliwat membuat telaah, analisa, dan perdebatan yang buang bang waktu, tenaga dan fikiran, sampai sampai ada praktisi hukum dan politik, mungkin melanda para pengamat menggunakan dalil BERBOHONG BOLEH ASAL BENAR. Ketika ada sinyalemen publik/sangkaan seseorang diduga melakukan tindak kejahatan korupsi misalnya, berkilahnya selalu mana bukti buktinya atau dasar hukum atau fakta hukumnya.

Persoalan Ketiga :

Penguasaan Diri ; Dengan penguasaan diri seseorang akan mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak perlu dilakukan. Penguasaan diri yang baik akan membentuk kemampuan untuk senantiasa mengklarifikasi dan mendalami visi pribadi, memfokuskan energi, mengembangkan kesabaran, dan memandang realitas secara obyektif. Penguasaan pribadi juga merupakan kegiatan belajar untuk meningkatkan kapasitas pribadi kita untuk menciptakan hasil yang paling kita inginkan, dan menciptakan suatu lingkungan lembaga pendidikan yang mendorong semua anggotanya mengembangkan diri mereka sendiri kearah sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan yang mereka pilih.

Persoalan Keempat :

Model mental (Mental Model) adalah suatu prinsip yang mendasar dari organisasi pembelajar. Model mental adalah suatu aktivitas perenungan yang dilakukan dengan terus menerus mengklarifikasikan dan memperbaiki gambaran-gambaran internal kita tentang dunia, dan melihat bagaimana hal itu membentuk tindakan dan keputusan kita. Model mental terkait dengan bagaimana seseorang berpikir dengan mendalam tentang mengapa dan bagaimana dia melakukan tindakan atau aktivitas dalam berorganisasi. Model mental merupakan suatu pembuatan peta atau model kerangka kerja dalam setiap individu untuk melihat bagaimana melakukan pendekatan terhadap masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, model mental bisa dikatakan sebagai konsep diri seseorang, yang dengan konsep diri tersebut dia akan mengambil keputusan terbaiknya. Dalam pembahasan terdahulu model mental ini kemudian menghasilan cara berfikir atau mindset

Persoalan Kelima:

Visi bersama (Shared Vision) adalah suatu gambaran umum dari organisasi dan tindakan (kegiatan) organisasi yang mengikat orang-orang secara bersama-sama dari keseluruhan identifikasi dan perasaan yang dituju. Dengan visi bersama, organisasi dapat membangun komitmen yang tinggi dalam organisasi. Selain itu organisasi dapat pula menciptakan gambaran-gambaran atau mimpi-mimpi bersama tentang masa depan yang ingin dicapai, serta prinsip-prinsip dan praktek-praktek penuntun yang akan digunakan dalam mencapai masa depan tersebut.

Persoalan Keenam :

Belajar Tim (Team Learning) adalah suatu keahlian percakapan dan keahlian berpikir kolektif dalam organisasi. Kemampuan organisasi untuk membuat individu-individu cakap dalam percakapan dan cakap dalam berfikir kolektif tersebut akan dapat meningkatkan kecerdasan dan kemampuan organisasi. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa kecerdasan organisasi jauh lebih besar dari jumlah kecerdasan-kecerdasan individunya. Untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan individu-individu dalam organisasi yang memiliki emotional intelligence yang tinggi.

Persoalan ketujuh:

Berpikir sistem (Systems Thinking) adalah suatu kerangka kerja konseptual. Yaitu suatu cara dalam menganalisis dan berpikir tentang suatu kesatuan dari keseluruhan prinsip-prinsip organisasi pembelajar. Tanpa kemampuan menganalisis dan mengintegrasikan disiplin-disiplin organisasi pembelajar, tidak mungkin dapat menerjemahkan disiplin-displin itu kedalam tindakan (kegiatan) organisasi yang lebih luas. Disiplin ini membantu kita melihat bagaimana kita mengubah sistem-sistem secara lebih efektif, dan bertindak lebih selaras dengan proses-proses yang lebih besar dari alam dan dunia ekonomi. Berpikir sistem ini pengertiannya hampir sama dengan apa yang disampaikan oleh Guthrie tentang Melihat organisasi sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan (Viewing organization as integrated whole).

Bertindak penuh makna dengan memperhatikan berbagai kemungkinan (Acting in High Level of Ambiguity). Dalam organisasipembelajar, setiap individu didorong untuk dapat memanfaatkan seluruh kemampuan dan kecerdasannya untuk menyikapi tantangan yang seringkali rumit dan penuh kemungkinan (ambiguitas). Individu yang mampu menerapkan prinsip ini mampu beradaptasi dengan baik dengan lingkungannya yang baru sekalipun. Modal utama untuk dapat menerapkan prinsip ini adalah memanfaatkan pengetahuan dan seluruh potensinya tersebut.

Akhirnya sangat sulitlah bagi kita untuk menilai hasil pengamatan para pengamat , pernyataan praktisi hukum dan politik yang 100% dapat dipercaya, sebab:


1. Belum adanya pemahaman dan pengertian yang sama terhadap obyek pengamatan;
2. Informasi yang terbatas sangat mungkin mengurangi nilai hasil pengamatan;
3. Kemampuan dan ketrampilan  sebagaimana yang diharapkan Peter Senge belum merata.


TERIMA KASIH

Bacaan sederhana.
1. Dasar Dasar Ilmu Politik- Miriam Budiardjo
2. Politikologi_ Hogerwerff
3. Displin ke Lima_Peter Senge
4. Ensiklopaidea _Worldpress.
5. Berselancar melalui Goggle

soeroto1@yahoo.com