LIFE SKILLs
Sabtu, 15 Juni 2013
LIFE SKILLs: BUDAYA PELAYANAN
LIFE SKILLs: BUDAYA PELAYANAN: Satu Membudayakan sikap pelayanan yang Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan Santun, tak cukup dengan kata kata, himbauan, perintah seper...
BUDAYA PELAYANAN
Satu
Membudayakan sikap pelayanan yang Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan Santun, tak cukup dengan kata kata, himbauan, perintah seperti hampir disetiap tempat/ lobi kantor pelayanan terpampang ke lima kata tersebut bahkan ilustrasi sukses untuk melakukan ke lima hal telah lama ditulis dalam buku kecil oleh KH Abdullah Gymnastiar yaitu 5 S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan Santun). Cara ini juga pernah dilakukan pada pelatihan magang pegawai untuk membiasakan diri setiap bertemu dengan teman, panitia dan pengajar, atau siapapun dalam lingkungan kampus wajib hukumnya melaksanakan 5 S.
SENYUM : Membiasakan tanpa motif untuk menggerakkan sedikit raut muka berikut bibir agar orang lain atau lawan bicara merasa nyaman, bukan perkara mudah lebih lebih dalam organisasi pemerintahan. Perlu pembiasaan, motivasi dan keikhlasan walaupun perintah agama mengajarkan kepada kita Senyum adalah ibadah yang paling mudah dan murah. SALAM : ucapan Assalamu'alaikum yang sudah mengindonesia sepertinya jarang dilakukan oleh terutama umat Islam ketika bertemu dengan orang lain yang belum pernah kita kenal sebelumnya, atau Selamat Pagi/Selamat Siang atau Selamat Malam. Bukankah kewajiban kita pelayan/pos terdepan/ yang empunya rumah untuk mengucapkan salam terlebih dahulu sebelum orang lain melakukan serupa dan bukankah persaudaraan berawal dari salam. SAPA : Tegur sapa ramah yang kita ucapkan membuat suasana menjadi akrab dan hangat, dan lawan kita bicara merasa diorangkan/dihargai (di ewongke), Ada yang dapat saya bantu!!!, atau kata kata hangat dan akrab yang lain. SOPAN dan SANTUN merupakan, gerak, kata dan tindakan kita untuk menghargai orang lain. Dengan cara gerak tindakan dan ucapan yang sopan dan santun kita, membuat orang lain merasa dihargai.
SENYUM : Membiasakan tanpa motif untuk menggerakkan sedikit raut muka berikut bibir agar orang lain atau lawan bicara merasa nyaman, bukan perkara mudah lebih lebih dalam organisasi pemerintahan. Perlu pembiasaan, motivasi dan keikhlasan walaupun perintah agama mengajarkan kepada kita Senyum adalah ibadah yang paling mudah dan murah. SALAM : ucapan Assalamu'alaikum yang sudah mengindonesia sepertinya jarang dilakukan oleh terutama umat Islam ketika bertemu dengan orang lain yang belum pernah kita kenal sebelumnya, atau Selamat Pagi/Selamat Siang atau Selamat Malam. Bukankah kewajiban kita pelayan/pos terdepan/ yang empunya rumah untuk mengucapkan salam terlebih dahulu sebelum orang lain melakukan serupa dan bukankah persaudaraan berawal dari salam. SAPA : Tegur sapa ramah yang kita ucapkan membuat suasana menjadi akrab dan hangat, dan lawan kita bicara merasa diorangkan/dihargai (di ewongke), Ada yang dapat saya bantu!!!, atau kata kata hangat dan akrab yang lain. SOPAN dan SANTUN merupakan, gerak, kata dan tindakan kita untuk menghargai orang lain. Dengan cara gerak tindakan dan ucapan yang sopan dan santun kita, membuat orang lain merasa dihargai.
Dalam budaya Jawa perilaku pelayanan di atas dikenal terminologi GUPUH, LUNGGUH dan SUGUH. Gupuh diartikan sebagai sikap hangat menerima tamu. Orang bertamu tentu telah berkorban setidaknya waktu dan tenaganya. Wajar jika, tamu itu dihormati dengan sikap baik. Oleh karena itu, apapun yang kita kerjakan selayaknya ditinggalkan dulu untuk menyambut tamu. Kita tunjukkan sikap bahwa tamu itu begitu penting bagi kita. Lungguh (duduk); artinya sikap ramah / familiar ditunjukan untuk mempersilahkan duduk sebelum menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan tamu. Sikap hangat itu masih ditambah dengan ungkapan-ungkapan hangat dan ringan seperti “ Senang sekali Anda berkunjung ke gubuk kami", "Kapan datang" atau ungkapan ungkapan lainnya yang familiar. Sedangkan Suguh tidak harus menyediakan makanan atau minuman tetapi lebih dari itu suguhan percakapan/pembicaraan yang ramah jauh lebih penting.
Budaya pelayanan di atas secara simbolis maupun ditunjukan perilaku lebih banyak dilakukan pada jasa Perbankan dan Perhotelan dibanding dengan instansi pemerintahan pada umumnya, hal ini nampak ketika kita masuk ke ruang lobi hotel atau bank. Ruang Tamu/Lobi tertata apik/nyaman segar dan ketersediaan ruang tunggu / tempat duduk yang nyaman, ada well come drink atau paling tidak sekedar permen lebih lebih kesigapan petugas menyambut kita. Sementara di instansi pemerintah walaupun dengan kata kata himbauan atau perintah bahkan pelatihan pun dilakukan, namun belum nampak perubahan yang berarti. Kenapa budaya pelayanan belum dapat berkembang dengan baik di beberapa instansi pemerintahan?
Dua
Budaya birokrasi dimaknai sebagai sistem atau seperangkat nilai yang memiliki simbol, orientasi nilai, keyakinan pengetahuan dan pengalaman kehidupan yang diinternalisasikan ke dalam pikiran yang diaktualisasikan ke dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam organisasi (baca organisasi pemerintahan), yang dinamakan birokrasi. Dalam kehidupan organisasi birokrasi selalu berelasi dengan budaya masyarakat dengan dinamika yang terjadi di dalamnya, baik yang menyangkut aspek politik, budaya, sosial, maupun ekonomi dan corak hubungan paternalisme sangat kental dalam determinasi pelayanan publik.
Dalam konteks pelayanan publik, corak paternalisme memiliki 2 (dua) dimensi yaitu : Pertama, hubungan paternalisme antar aparat birokrasi dengan masyarakat. Kedua, hubungan paternalisme yang terjadi antara pimpinan dan bawahan dalam sebuah organisasi. Paternalisme yang pertama lebih menunjuk pada hubungan yang bersifat eksternal, sedangkan yang kedua lebih menekankan pada hubungan yang bersifat internal. Sifat mendua dalam birokrasi ini tercermin dalam pemberian pelayanan publik, birokrasi memiliki orientasi nilai yang berbeda dan saling bertentangan. Pada satu sisi, birokrasi dituntut harus loyal kepada pimpinan dan pada sisi yang lain diharuskan untuk mengaktualisasikan prinsip abdi masyarakat, yaitu sebagai pemberi pelayanan kepada masyarakat dan harus mementingkan masyarakat yang dilayaninya. Dalam banyak kasus loyalitas kepada pimpinan jauh lebih penting daripada tuntutan masyarakat terhadap pelayanan.
Menempatkan posisi seimbang antara loyalitas kepada pimpinan disatu pihak dan tuntutan masyarakat atas pelayanan dipihak lain sangat bergantung pada Mentalitas Pegawai. Mentalitas ini suatu keadaan mental, (pikiran/ rohani/batin/jiwa), watak, tabiat atau metode berpikir yang dimiliki aparat yang mempengaruhi pola kerja melalui hubungannya dengan lingkungan dimana ia bekerja. Pola tindak, pola pikir aparat dalam melaksanakan pekerjaan dapat mendorong aparat birokrasi bekerja secara optimal atau bahkan sebaliknya.
Sikap mental pegawai dengan perilaku menyimpang merupakan cacat bawaan sejak awal menjadi pegawai termasuk pembinaannya sampai mengarah pada kecenderungan perbuatan koruptif disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
- Hubungan paternalistik dengan pola pembinaan intruksional seperti ungkapan ekstrim "Jadi pegawai tidak perlu kreatif yang penting patuh ". Menjadikan pegawai bersifat pasif, dan lebih baik pasif daripada salah atau dianggapnya gak patuh. Lebih lebih dengan ketersediaan anggaran dan fasilitas membuat sikap mental yang tidak perlu susah payah mengelola aset aset negara apalagi memberi nilai tambah. Akibatnya muncul sikap mental yang berorientasi membelanjakan daripada menghasilkan.
- Menjadi pegawai merupakan pencarian status yang lebih tinggi daripada masyarakat awam, masuk dalam katagori priyayi/menak, sehingga menempatkan dirinya seperti ambtennar yang memiliki hak-hak dan status yang di istimewa kan, akibatnya muncul sikap mental ingin dilayani daripada melayani.
- Motivasi menjadi pegawai bukan ingin mengabdi tetapi ingin mencari derajat, pangkat dan penghasilan yang layak. Akibatnya ketika bekerja pun sulit dihindari dari sikap mental dan untuk memperolehnya dengan menggunakan cara apapun.
Tiga
Lalu bagaimana cara merubah sikap mental ini ya???soeroto1@yahoo.com
Minggu, 09 Juni 2013
APA ITU EMPAT PILAR KEBANGSAAN
PENTINGNYA :
4 PILAR DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA
Wacana mengangkat gagasan mengenai empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu : NKRI, Pancasila, UUD’45, dan Bhineka Tunggal Ika di tengah hiruk pikuk reformasi Indonesia yang seolah kehilangan arah, merupakan sebuah kesadaran dan keprihatinan bahwa reformasi bangsa Indonesia selama 15 tahun ini ternyata kebat kliwat yang tidak sesuai dengan harapan rakyat, bahkan telah dan sedang berjalan keluar dari rel yang pernah dicita citakan oleh pendiri Republik ini dan tak menentu ujung akhirnya. Gagasan ini, hendaknya diartikan sebagai peringatan bagi bangsa Indonesia dengan menempatkan kembali arah reformasinya ke atas jalur sejarah, sebagaimana diletakkan oleh para pendiri bangsa, dan diteguhkan kembali oleh konsensus nasional oleh generasi-generasi sesudahnya.Gagasan implementasi Pancasila dalam kehidupan kehidupan sehari telah dua kali dilakukan pada era Orde Lama dan era Orde Baru. Di era Orde Lama dikenal dengan istilah Nasakom. Nasakom adalah singkatan Nasionalis, Agama dan Komunis. Konsep ini diperkenalkan oleh Soekarno Presiden pertama Republik Indonesia yang menekankan adanya persatuan dari segala macam ideologi Nusantara untuk melawan penjajahan, dan sebagai pemersatu Bangsa untuk Revolusi rakyat dalam upaya memberantas kolonialisme di bumi Indonesia. Dengan penyatuan tiga konsep ini (Nasionalis, Agamis dan Komunis) Soekarno berusaha untuk mengajak segala komponen bangsa tanpa melihat segala perbedaan yang ada. Baik itu perbedaan Religius maupun suku dan budaya. Namun perlu diingat bahwa Nasakom bukan penjelmaan dari Pancasila, karena mengandung unsur penyatuan komunis terhadap agama. Teori ini lahir dari sejak tahun 1926, yang waktu itu dikenal tiga hal pokok yakni “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme, intinya di persatukan dalam satu tujuan yaitu Gotong-royong (bekerja bersama-sama) untuk Revolusi Indonesia dalam melawan Imperialisme. ( Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme) salah satu tulisan Sukarno muda dalam buku Di bawah Bendera Revolosi Jilid I/ lihat juga di Wikipedia).Di era orde baru lebih teknis digagas oleh Suharto yang dikenal dengan Eka Prasetya Panca Karsa atau yang lebih populer dengan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dan dilembagakan dalam ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978, 22 Maret 1978 beserta aturan pelaksanaannya. Sosialisasi/pemasyarakatan P4 dari Pimpinan Lembaga tertinggi/tinggi Negara, Pejabat Tingkat Pusat/Daerah/Orpol/Ormas/Tokoh Keagamaan sampai ke masyarakat awam.
Menyadari pengalaman reformasi tidak menunjukan arah sebagaimana kehendak rakyat, maka timbulah gagasan untuk menggali kembali nilai nilai yang terkandung dalam Pancasila berikut penjabarannya dalam Undang Undang Dasar 1945. sebagaimana yang digagas oleh Taufik Kemmas. disebutnya sebagai 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Empat pilar ini adalah Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Pilar adalah tiang penyangga suatu bangunan agar bisa berdiri secara kokoh. Disebutnya sebagai empat tiang penyangga di tengah ini disebut soko guru yang kualitasnya terjamin sehingga pilar ini akan memberikan rasa aman tenteram dan memberi kenikmatan, yang menjamin terwujudnya kebersamaan dalam hidup bernegara. Rakyat akan merasa aman terlindungi sehingga merasa tenteram dan bahagia. Kemudian melalui Ketetapan MPR Nomor 27 Tahun 2009 menugaskan MPR untuk mensosialisasikannya. Secara singkat sosialisasi itu meliputi :I. Pancasila
Diterimanya Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental.Nilai-nilai dasar dari pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalan permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Dengan pernyataan secara singkat bahwa nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
1. Makna Nilai dalam Pancasila
a) Nilai KetuhananNilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Dengan nilai ini menyatakan bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif antarumat beragama.
b) Nilai KemanusiaanNilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.
c) Nilai PersatuanNilai persatuan Indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia
d) Nilai Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.
e) Nilai KeadilanNilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah atauun batiniah. Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya abstrak dan normatif, isinya belum dapat dioperasionalkan.Agar dapat bersifat operasional dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai. Artinya, dengan bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat dibuat dan dijabarkan nilai-nilai instrumental penyelenggaraan negara Indonesia.II. UUD 45
Dalam UUD 45 disana tertuang Tujuan Negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah “Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia” hal ini merupakan tujuan Negara.Rumusan “Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa” hal ini merupakan tujuan Negara hokum material, yang secara keseluruhan sebagai tujuan khusus atau nasional.Adapun tujuan umum atau internasion aladalah “ikut melaksanakan ketertiban Dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Untuk mencapa tujuan tersebut diperlukan aturan-aturan yang kemudian diataur dalam pasal-pasal, maka dalam kehidupan berbangsa dan bernegera semestinya mentaati aturan yang sudah diundang-undangkan.
III. NKRI
Kita tentunya sudah tahu bahwa syarat berdirinya sebuah negara ada empat, yaitu memiliki wilayah, memiliki penduduk, memiliki pemerintahan dan adanya pengakuan dari negara lain. Dan karena memenuhi empat syarat itulah kemudian Negara Indonesia lahir dengan nama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).NKRI lahir dari pengorbanan jutaan jiwa dan raga para pejuang bangsa yang bertekad mempertahankan keutuhan bangsa. Sebab itu, NKRI adalah prinsip pokok, hukum, dan harga mati.NKRI hanya dapat dipertahankan apabila pemerintahan adil, tegas, dan berwibawa. Dengan pemerintahan yang adil, tegas, dan berwibawalah masalah dan konflik di Indonesia dapat diselesaikan. “Demi NKRI, apa pun akan kita lakukan. NKRI adalah hal pokok yang harus kita pertahankan.
IV. BHINEKA TUNGGAK IKA
Suatu hari Megawati Soekarnoputri pernah mengemukakan, Pancasila bukan hanya falsafah bangsa, tetapi juga bintang yang mengayomi kehidupan seluruh rakyat. Dan Bhinneka Tunggal Ika adalah perekat semua rakyat dan semua kepulauan yang ada di Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika adalah motto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Kalimat ini merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuna yaitu kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14 yang mengajakan toleransi antara umat Hindu Siwa dengan umat Buddha. Kutipan ini berasal dari pupuh 139, bait 5. Bait ini kemudian di terjemahkan ; “Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali ?. Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal.” Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran. Artinya, walapun bangsa Indonesia mempunyai latar belakang yang berbeda baik dari suku, agama, dan bangsa tetapi adalah bangsa Indonesia. Pengukuhan ini telah dideklarasikan semenjak tahun 1928 yang terkenal dengan nama "sumpah pemuda". Sebenarnya memahami 4 pilar sangatlah mudah, hanya persoalannya, untuk menghayati sekaligus mengamalkan yang barang kali masih menunggu generasi berikutnya, sebab nilai nilai itu justru lebih banyak dilanggar oleh penyelenggara negara yang pada gilirannya rakyat ikut ikutan, seperti dicontohkan setiap hari dalam pemberitaan media. Contoh mudah memahami 4 pilar kebangsaan seperti butir butir Pancasila dalam pelajaran P4 di sekolah SD/SMP/SMA atau sederajat sebagai berikut :
I. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA |
|
1. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab
|
|
2. Hormat menghormati dan bekerjasama antar
pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga
terbina kerukunan hidup
|
|
3. Saling menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
|
|
4. Tidak memaksakan sesuatu agama dan
kepercayaan kepada orang lain
|
|
II. SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
|
|
1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan
kewajiban antara sesama manusia
|
|
2. Saling mencintai sesama manusia
|
|
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa
|
|
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain
|
|
5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
|
|
6. Berani membela kebenaran dan keadilan
|
|
7. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh
umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan
bekerjasama dengan bangsa lain
|
|
III. SILA PERSATUAN INDONESIA
|
|
1. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan
bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan
|
|
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara
|
|
3. Cinta tanah air dan bangsa
|
|
4. Bangga sebagai bangsa dan bertanah air Indonesia
|
|
5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang
ber-Bhinneka Tunggal Ika
|
|
IV. SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAH
KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN / PERWAKILAN
|
|
1. Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat
|
|
2. Tidak memaksakan kehendak terhadap orang lain
|
|
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama
|
|
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan
|
|
5. Dengan itikat yang baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah
|
|
6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati
nurani yang luhur
|
|
7. Keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan
|
|
V. SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA |
|
1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan
|
|
2. Bersikap adil
|
|
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
|
|
4. Menghormati hak-hak orang lain
|
|
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain
|
|
6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain
|
|
7. Tidak bersikap boros
|
|
8. Tidak bergaya hidup mewah
|
|
9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum
|
|
10. Suka bekerja keras
|
|
11. Menghargai kerja orang lain
|
|
12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial
|
Demikian empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara yang semestinya harus kita jaga, pahami, hayati dan laksanakan dalam pranata kehidupan sehari-hari. Pancasila yang menjadi sumber nilai menjadi idealogi, UUD 45 sebagai aturan yang semestinya ditaati dan NKRI adalah harga mati, serta Bhineka Tunggal Ika adalah perekat semua rakyat. Terutama bagi penyelenggaran Negara agar dapat menjadi contoh dan teladan bagi rakyatnya, maka dalam bingkai 4 pilar tersebut yakinlah tujuan yang dicita-citakan bangsa ini akan terwujud.
Untuk keperluan editing/bersambung
posting ini ditulis untuk mengenang penggagas 4 pilar berbangsa dan bernegara
Almarhum Bp Taufik Kemas.
bahan bacaan.
bersilancar di internet
kamus wikipedia
soeroto1@yahoo.com
Rabu, 05 Juni 2013
AH TEORI.................
HUKUM, POLITIK DAN KEKUASAN
AH TEORI ..., itulah kata akhir dari diskusi fenomena hukum, politik dan kekuasaan yang tak nyambung dan tak jelas ujung dan pangkalnya, sayangnya itu dilakukan oleh para elit politik atau elit pemerintah, pakar dan orang awam pada setiap saat suguhan acara diskusi, talk show atau debat diberbagai media, dan sepertinya kalau kita nggak nimbrung soal yang satu ini rasanya gak gaul, ketinggalan jaman, atau gak pernah nonton TV. Lalu apa maksud pembicaraan yang berakhir pada kesimpulan tanpa kesimpulan atau kata tak sedap "AH TEORI".... Maksud ungkapan ini akan lebih jelas bila kata teori dilawankan dengan kenyataan, artinya teori sebagai sesuatu yang tidak nyata, atau tidak sesuai dengan kenyataan. Dan untuk apa membicarakan sesuatu tak sesesuai dengan kenyataan ???
I. Persoalan Pengertian Teori
Di Era Informasi sekarang, ini rasanya tak sulit untuk mencari pengertian Teori lewat buku referensi, sekali klik, munculah berbagai difinisi, arti dan pengertian kata teori dari para ahlinya, persoalannya adalah justru kita dihadapkan oleh kesulitan dari banyaknya sejumlah informasi yang menjelaskan tentang arti dan pengertian teori.
Mengutip pendapat Michalos membagi pengertian teori dalam lima kategori, yaitu:
- Teori sebagai pernyataan yang aksiomatis (axiomatic) untuk memberi makna atau pengertian tentang serangkaian fakta yang sebelumnya membingungkan atau tidak bermakna. Dalam dunia ilmu pengetahuan, sebuah aksioma disebut juga postulat atau rumus dasar, merupakan sebuah pernyataan yang dianggap logis dan mengandung kebenaran.
- Teori sebagai upaya menyusun data dan fakta secara sistematis, walaupun pernyataan-pernyataannya belum tentu aksiomatis.
- Teori dianggap sebagai generalisasi tak terbatas tentang kebenaran universal yang diaati oleh para ilmuan; di sini teori dianggap sebagai “hukum” tentang kebenaran
- Teori sebagai jawaban terhadap persoalan-persoalan ilmiah, tanpa bentuk yang pasti atau seragam.
- Teori sebagai aturan-aturan untuk mengambil kesimpulan dalam proses penelitian.
Namun demikian pengutipan pendapat tersebut di atas tidak berarti menampik adanya pendapat lain yang lebih pas dan kongkrit menjelaskan fenomena pengertian hukum, politik dan kekuasaan yang berkembang di masyarakat, apapun forum dan bentuknya yang penting bagi kita, dapat mengedukasi masyarakat.
II. Persoalan Pengajaran.
Pengajaran Teori Hukum, Politik dan Kekuasaan pada pendidikan tinggi selama ini, selalu berangkat dari Sistem pengajaran Ilmu Pengetahuan Eropa Kontinental untuk Ilmu Hukum dan Anglo Saxon yang tanpa disadari berpengaruh besar terhadap pemahaman dan cara pandang bangsanya. Sangatlah wajar di Negara negara Barat sangat jelas apa yang diajarkan seperti apa yang dilaksanakan oleh negara dan rakyatnya, sedangkan di Indonesia, apa yang diajarkan tidak selalu dilaksanakan oleh negara dan rakyatnya. Dibanyak kasus teori dan praktek di negara negara selalu seiring dan sejalan. Berbeda sekli dengan kejadian di Indonesia. Kenapa begitu???, disatu pihak bangsa Indonesia berusaha mengimplementasikan asas asas / dasar dasar hukum, politik dan kekuasaan seperti yang berlaku di negara barat, dipihak lain bangsa Indonesia mempunyai cara pandang yang berbeda dengan negara barat, inilah akibatnya dan salah satu penyebabnya adalah sistem pengajaran pendidikan tinggi di Indonesia.
Ketika kekuasaan Negara bertindak atas nama Hukum tak jarang terjadi pelanggaran hak hak rakyat yang mendasar, demikian juga sebaliknya ketika rakyat menuntut hak haknya tak jarang pula dianggapnya melanggar hukum, hal ini kita dapati dari contoh sehari-hari tentang pengertian keadilan kaitannya dengan kasus kasus hak hak rakyat.
Ketika kekuasaan Negara bertindak atas nama Hukum tak jarang terjadi pelanggaran hak hak rakyat yang mendasar, demikian juga sebaliknya ketika rakyat menuntut hak haknya tak jarang pula dianggapnya melanggar hukum, hal ini kita dapati dari contoh sehari-hari tentang pengertian keadilan kaitannya dengan kasus kasus hak hak rakyat.
III. Persoalan Hukum, Politik dan Kekuasaan.
Satu saudara dengan korupsi adalah Kolusi dan Nepotisme. Tritunggal kata yang sukar dipisahkan, selalu seiring sejalan, di banyak kasus selalu penyelenggara negara (wakil rakyat/pejabat pemerintah/PNS) menjadi penyebab utama, sementara pihak swasta sebagai pencari kerja wajar ikut terlibat didalamnya. Secara teori (bahkan orang awam pun tanpa teori hukum) tak sulit untuk mengidentifikasi siapa yang melakukan kejahatan korupsi ini, siapa siapa sebagai peran utama, siapa pula peran pembantu, wong unsur unsurnya jelas; perbuaan melawan hukum; penyalah gunaan wewenang; memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Sayangnya ketika kasus korupsi berkaitan erat dengan politik dan kekuasaan jangan berharap kasus ini terurai dengan mudah.
Dalam banyak kasus terdapat beberapa bagian tanah yang digunakan oleh anggota masyarakat secara individual, tanpa pengakuan resmi oleh negara, dengan cara-cara mereka sendiri untuk menggunakan dokumentasi negara (terutama sertifikat/surat tagihan pajak/ girik /petok D) sebagai bukti hak mereka untuk menggunakan tanah. Situasi ini dapat ditemukan baik di daerah pertanian maupun perkotaan, baik oleh perseorangan atau sekelompok masyarakat/adat. Ketika terjadi kasus hak atas tanah ini, biasanya penyelenggara negara dengan menggunakan alat hukum dan kekuasaannya selalu tak bijak mensikapi nya, selalu berpegang pada bukti otentik berupa sertifikat hak dari BPN dengan mengabaikan asal usul tanah, tanpa mempertimbangkan kemungkinannya cara perolehan sertifikat hak tersebut dengan cara curang. Dan banyak kasus kasus lainnya, yang berujung pada kekuasaan.
IV. Penutup
Kalau hukum dan Politik harus berujung pada kekuasaan, tak salah pula kita selalu katakan AH... TEORI, sama seperti Emannuel Kant ketika memberi arti dan pengertian hukum, mengatakan : Noch Suchen die Juristen eine difinisien begriff von recht sama pula seperti Lord Acton mengatakan Power tends to corrupt, but absolute power corrupt absolutly“.
*bacaan bersilancar diinternet.
soeroto1@yahoo.com
Kamis, 30 Mei 2013
OPTIMASI TENAGA AHLI DPRD
TENAGA AHLI DPRD
I. PENGANTAR.
Pemerintahan di Daerah terdiri atas Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, Walikota yang dilengkapi dengan perangkat Daerah, yaitu organisasi Pemerintah Daerah terdiri atas, Sekretariat Daerah, Dinas, Badan dan Lembaga Teknis Daerah (ditambah dengan Kecamatan dan Kelurahan/Desa untuk daerah Kabupaten dan Kota) yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah. Sebagai bagian dari unsur penyelenggaraan pemerintahan di Daerah, DPRD dibentuk untuk melaksanakan fungsi pokok yaitu : fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan sedangkan untuk melengkapi fungsi pokok dimaksud kepadanya diberi hak hak, yaitu : hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan hak imunitas. Oleh karena wakil rakyat tidak dapat lepas dalam peran representasi, artikulasi dan agregasi kepentingan rakyat banyak, maka diperlukan kemampuan personal dan kelompok dalam membawa kepentingan masyarakat banyak yang lebih luas di berbagai kesempatan, karena harus melewati proses politik dengan lembaga lain seperti pemerintah Daerah (eksekutif), ormas dan pelaku bisnis, sebab dalam pelaksanaan fungsi legislasi ini merupakan suatu proses untuk mengakomodasi berbagai kepentingan para pihak (stakeholders), untuk menetapkan bagaimana pembangunan di daerah akan dilaksanakan. Untuk melengkapi ke tiga fungsi itu DPRD mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut :
- membentuk peraturan daerah bersama gubernur;
- membahas dan memberikan persetujuan rancangan Perda mengenai APBD yang diajukan oleh gubernur;
- melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda;
- Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan;
- memilih wakil gubernur dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil gubernur;
- memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
- memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
- meminta laporan keterangan pertanggungjawaban gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
- memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah;
- mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
- melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
- melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan Gubernur dan Wakil Gubernur dan,
Perumuan fungsi, tugas dan wewenang DPRD diatur lebih lanjut dalam Peraturan Tata Tertib DPRD dan dibantu dengan pelayanan Sekretariat DPRD.
Dibandingkan Kepala daerah dalam kedudukannya sebagai kepala eksekutif, selain menguasai APBD yang dilengkapi dengan perangkat Daerah, cukup memadai, (Sekretariat Daerah, Badan/Dinas maupun lembaga teknis) sebagai unsur pelaksana, karena tugasnya yang bersifat administratif dan rutin, maka para unsur pelaksana ini pada umumnya memiliki kemampuan teknis dan wawasan yang relatif memadai dan spesifik di bidangnya masing-masing, sementara anggota DPRD yang berjumlah 100 orang dengan berbagi latar belakang, pendidikan, pengetahuan, kemampuan, pengalaman dan ketrampilan yang beragam, tidak sebanding dengan Kepala Daerah dengan sejumlah perangkatnya, wajar saja seperti kalau dalam penelitannya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkap beberapa hal, antara lain :
- Fungsi legislasi : (1) sebagian besar inisiatif Peraturan Daerah (Perda) datang dari Eksekutif; (2) kualitas Perda masih belum optimal, karena kurang mempertimbangkan dampak ekonomis, sosial dan politis secara mendalam; (3) kurangnya pemahaman terhadap permasalahan daerah.
- Fungsi anggaran : (1) belum memahami sepenuhnya sistem anggaran kinerja; (2) belum cukup menggali aspirasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan partisipatif; (3) kurangnya pemahaman terhadap potensi daerah untuk pengembangan ekonomi lokal.
- Fungsi pengawasan : (1) belum jelasnya kriteria untuk mengevaluasi kinerja Eksekutif, karena Daerah belum sepenuhnya menerapkan anggaran kinerja dengan indikator keberhasilan yang jelas; (2) hal tersebut mengakibatkan penilaian yang subjektif; (3) terkadang pengawasan berlebihan dan/atau KKN dengan Eksekutif.
Untuk mensejajarkan atau paling tidak dapat mengimbangi gerak langkah Kepala Daerah beserta perangkat dan unsur-unsur pelaksananya, terutama untuk meningkatkan kinerja yang lebih baik dalam mengembangkan pola hubungan kemitraan DPRD dengan Kepala Daerah, maka anggota DPRD sebagai legislator dalam memperkuat fungsinya, perlu antara lain; penguatan fungsi DPRD; Optimasi pelayanan Sekretariat DPRD dan dibantu oleh Tenaga ahli yang berkompten.
II. TENAGA AHLI
Menurut ketentuan UU No.27/2009 juncto PP No.16/2010 dimungkinkan DPRD dibantu oleh tenaga ahli, dari kelompok pakar, dan atau tim ahli kepada DPRD, dan memang seharusnya DPRD memiliki penasihat, pendamping, atau pembantu (selain pelayanan dari Sekretariat DPRD) dalam melaksanakan fungsinya, sebatas kemampuan daerah mendukung. Penempatan Tenaga ahli ini paling tidak sesuai dengan jumlah fraksi dan alat kelengkapan dewan lainnya. Untuk penempatan tenaga ahli difraksi dapat dilakukan secara periodik, sedangan penempatan di alat kelengkapan dewan dilakukan secara insidensial, sesuai dengan kebutuhan.
1. Meningkatkan kemampuan legal drafting.
Fungsi legislasi dapat dijalankan DPRD lebih optimal dalam bentuk pembuatan kebijakan bersama-sama dengan kepala daerah, apakah itu dalam bentuk peraturan daerah atau rencana strategis lainnya, diperlukan tenaga ahli sejak perencanaan, pelaksa naan sampai dalam bentuk keputusan termasuk juga mengawasi pelaksanaannya, hal ini diperlukan untuk menjaga kemitraan yang seimbang, untuk itu anggota DPRD perlu memahami dan kemampuan legal drafting, dengan mengoptimasi tenaga ahli yang ada. Dibanyak kasus Raperda pada proses pembahasan, belum banyak tenaga ahli berperan disana, hal ini terbukti, antara lain :
1. Naskah akademik sebagai obyek pembahasan sebuah raperda, masih dianggapnya sebagai bahan mentah, bukan bahan setengah jadi. Padahal sejak penelitian, perumusan, sosialisasi, penyusunan draft raperda sampai tersaji dalam bentuk naskah akademik, keterlibatan tenaga ahli para akademisi, peneliti dalam penyusunan naskah akademik ini sangat vital, disamping telah dirumuskan dengan baik melalui berbagai hasil penelitian, referensi dikomunikasikan /disosialisasikan kepada masyarakat luas/pengguna perda, para tokoh/komunitas dan stackhoder lainnya, termasuk ketelitian dalam soal bahasa hukum.
UNDP memberikan pengertian sebagai berikut : Naskah akademik memuat gagasan pengaturan suatu materi perundang-undangan (materi hukum) bidang tertentu yang telah ditinjau secara holistik-futuristik dan dari berbagai aspek ilmu, dilengkapi dengan referensi yang memuat: urgensi, konsepsi, landasan, alas hukum dan prinsip-prinsip yang digunakan serta pemikiran tentang norma-norma yang telah dituangkan ke dalam bentuk pasal-pasal dengan mengajukan beberapa alternatif yangdisajikan dalam bentuk uraian yang sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan secara lmu hukum dan sesuai dengan politik hukum yang telah digariskan.
Untuk mampu menyusun seperti itu diperlukan tenaga ahli yang setidak tidaknya memiliki kualifikasi sebagai berikut :
berpendidikan serendah-rendahnya strata satu (S1) dengan pengalaman kerja paling singkat 5 (lima) tahun, strata dua (S2) dengan pengalaman kerja paling singkat 3 (tiga) tahun, atau strata tiga (S3) dengan pengalaman kerja paling singkat 1 (satu) tahun;menguasai bidang pemerintahan; dan
menguasai tugas dan fungsi DPRD.
2. Naskah Akademik, merupakan naskah yang dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek atau arah pengaturan Rancangan Undang-Undang yang pada dasarnya merupakan buku thesis pertanggung jawaban bagi penyusun (Tim, Tenaga Ahli, atas prakarsa sekelompok anggota DPRD) dihadapan penguji ( Komisi pembahas ) pada kesempatan rapat2 pembahasan/hearing/publik hearing sampai tahapan finalisasi. sebagai bahan pembanding, menurut penjelasan Proceding Officer Pemerintahan Lokal Cardiff UK " 99 % Naskah akademik dipastikan tidak banyak perubahan pada pembahasan parlemen lokal" .
3. Pertanyaan kunci bagi penguji Naskah Akademik adalah Apakah peraturan itu dibuat sudah sesuai dengan landasan dan azas azas pembentukan peraturan daerah ? Landasan pembentukan Perda, mencakup, Landasan filosofis, yaitu landasan yang berkaitan dengan dasar atau ideologi Negara; Landasan sosiologis, yaitu landasan yang berkaitan dengan kondisi atau kenyataan empiris yang hidup dalam masyarakat, dapat berupa kebutuhan atau tuntutan yang dihadapi oleh masyarakat, kecenderungan, dan harapan masyarakat; dan Landasan yuridis, yaitu landasan yang berkaitan dengan kewenangan untuk membentuk, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, tata cara atau prosedur tertentu, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Mengingat Peraturan Daerah adalah merupakan produk politis maka kebijakan daerah yang bersifat politis dapat berpengaruh terhadap substansi Peraturan Daerah. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan kebijakan politis tersebut tidak menimbulkan gejolak dalam masyarakatSedangkan pertanyaan lanjutan adalah mengenai asas asas pembentukan peraturan perundang-undangan, mencakup :
- kejelasan tujuan, “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai”.
- kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat. “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
- kesesuaian antara jenis dan materi muatan. “bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang- undangannya.”
- dapat dilaksanakan. “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.”
- kedayagunaan dan ke hasil gunaan. “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”
- kejelasan rumusan. “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
- keterbukaan bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan,dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang undangan.
Sementara tugas tenaga ahli dalam setiap tahapan pembahasan adalah meyakinkan, menjelaskan dan memfasilitasi ketika Komisi Pembahas, melakukan rapat rapat pembahasan, publik hearing dengan berbagai pihak untuk meyakinkan bahwa raperda yang sedang dibahas layak diberlakukan. Sedangkan berkaitan dengan teknik penyusunan peraturan perundang undangan/teknik legal drafting merupakan tanggung jawab tenaga ahli pada saat awal penyusunan draft raperda.
2. Tenaga Ahli Keuangan.
Fungsi budgeting/penganggaran merupakan fungsi DPRD yang berkaitan dengan penetapan dan pengawasan penggunaan keuangan daerah. Dalam pelaksanaan fungsi ini, DPRD perlu ditunjang dengan tenaga ahli yang memiliki kemampuan perencanaan/penganggaran keuangan Daerah. Dukungan ini diperlukan anggota dewan ketika merumuskan berbagai kebijakan bersama-sama dengan Kepala daerah, dalam bentuk telaah, rumusan KUA PPAS, kebijakan Keuangan, kebijakan pengawasan dan lainnya, sedangkan pemahaman public finance bersama dengan fasilitasi tenaga ahli perlu terus dikembangkan mengikuti penerapan sistem keuangan pemerintah yang terus berubah. Mengingat Fungsi budgeting ini merupakan fungsi yang sensitif dan strategis, biasanya sumber terjadinya kesalahan/kekeliruan dan penyalahgunaan keuangan daerah selalu melibatkan kedua unsur pemerintahan daerah tersebut.
3. Mengembangkan prosedur dan teknik-teknik pengawasan,
Pengawasan yang dilakukan DPRD adalah pengawasan politik bukan pengawasan teknis. Untuk itu DPRD dilengkapi dengan beberapa hak, antara lain hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat. Dengan hak interpelasi maka DPRD dapat meminta keterangan dari kepala daerah tentang kebijakan yang meresahkan dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat. Hak angket dilakukan untuk menyelidiki kebijakan tertentu dari kepala daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat dan diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.Fungsi pengawasan DPRD bukan menjalankan fungsi pengawasan teknis, seperti Inspektorat atau BPK, namun setidak tidaknya memiliki manual pengawasan seperti yang di parlemen Australia, untuk ini dengan pendampingan tenaga ahli perlu dikembangkan baik model maupun tekniknya, karena dengan keberhasilan fungsi ini akan memberikan kredibilitas yang tinggi kepada DPRD. Dapat dipikirkan pula apakah pengawasan akan masuk pada soal-soal administratif, seperti mengawasi projek-projek pembangunan atau pengawasan terhadap daftar anggaran satuan kerja (DASK) yang merupakan kompetensi Inspektorat, atau paling tidak DPRD memiliki akses kepada hasil pengawasan Inspektorat, tetapi hal inipun harus dipertimbangkan dengan baik, mengingat Inspektorat selama ini merupakan bagian dari Satuan Pengawasan Internal (SPI) yang user-nya adalah kepala daerah.
II. PENUTUP
Sekiranya upaya-upaya penguatan fungsi legislatif, optimasi pelayanan Sekretariat DPRD dan optimasi tenaga Ahli dapat dilaksanakan dengan konsisten dan terprogram, dapat diharapkan adanya peningkatan performance DPRD yang lebih baik. Kedepan hal ini merupakan tuntutan rakyat akan kualitas para wakilnya, mengingat Undang-undang No. 32 tahun 2004 menempatkan DPRD dan Kepala Daerah sebagai dua unsur pemerintahan daerah yang memiliki hubungan kemitraan yang menuntut adanya kesejajaran dalam kualitas kerja.
Referensi sederhana :
Parlemen Cardiff UK
Parlemen Australia Barat
Proyek UNDP : Panduan penyusunan Perda
Peraturan- Peraturan
SALAM SATU JIWA soeroto1@yahoo.com
.
Langganan:
Postingan (Atom)