Rabu, 05 Juni 2013

AH TEORI.................


HUKUM, POLITIK DAN KEKUASAN


AH TEORI ...,  itulah kata akhir dari diskusi fenomena hukum, politik dan kekuasaan yang tak nyambung dan tak jelas ujung dan pangkalnya, sayangnya itu dilakukan oleh para elit politik atau elit pemerintah, pakar dan  orang awam pada setiap saat  suguhan acara diskusi, talk show atau debat diberbagai media, dan sepertinya kalau kita nggak nimbrung soal yang satu ini rasanya gak gaul, ketinggalan jaman,  atau gak pernah nonton TV. Lalu apa maksud pembicaraan yang berakhir pada kesimpulan tanpa kesimpulan atau kata tak sedap "AH TEORI"....  Maksud ungkapan ini akan lebih jelas bila kata teori dilawankan dengan kenyataan, artinya teori sebagai sesuatu yang tidak nyata, atau tidak sesuai dengan kenyataan. Dan untuk apa membicarakan sesuatu tak sesesuai dengan kenyataan ???

I. Persoalan  Pengertian Teori

Di Era Informasi sekarang,  ini rasanya tak sulit untuk mencari pengertian Teori lewat buku referensi, sekali klik, munculah berbagai difinisi,  arti dan pengertian kata teori dari para ahlinya, persoalannya adalah justru kita dihadapkan oleh kesulitan dari banyaknya sejumlah informasi yang  menjelaskan tentang arti dan pengertian teori. 
Mengutip pendapat Michalos  membagi pengertian teori dalam lima kategori,  yaitu:
  1. Teori sebagai pernyataan yang aksiomatis (axiomatic) untuk memberi makna atau pengertian tentang serangkaian fakta yang sebelumnya membingungkan atau tidak bermakna. Dalam dunia ilmu pengetahuan, sebuah aksioma disebut juga postulat atau rumus dasar, merupakan sebuah pernyataan yang dianggap logis dan mengandung kebenaran.
  2. Teori sebagai upaya menyusun data dan fakta secara sistematis, walaupun pernyataan-pernyataannya belum tentu aksiomatis.
  3. Teori dianggap sebagai generalisasi tak terbatas tentang kebenaran universal yang diaati oleh para ilmuan; di sini teori dianggap sebagai “hukum” tentang kebenaran
  4. Teori sebagai jawaban terhadap persoalan-persoalan ilmiah, tanpa bentuk yang pasti atau seragam.
  5. Teori sebagai aturan-aturan untuk mengambil kesimpulan dalam proses penelitian. 
Namun demikian  pengutipan pendapat tersebut di atas  tidak berarti  menampik adanya pendapat lain yang lebih pas dan kongkrit  menjelaskan fenomena pengertian hukum, politik dan kekuasaan yang berkembang di masyarakat,  apapun forum dan bentuknya  yang penting bagi kita, dapat mengedukasi masyarakat. 


II. Persoalan Pengajaran.

Pengajaran Teori Hukum, Politik dan Kekuasaan pada pendidikan tinggi selama ini,  selalu berangkat dari Sistem pengajaran Ilmu Pengetahuan Eropa Kontinental untuk Ilmu Hukum  dan Anglo Saxon  yang tanpa disadari berpengaruh besar terhadap pemahaman dan cara pandang bangsanya. Sangatlah wajar di Negara negara Barat sangat jelas apa yang diajarkan seperti apa yang dilaksanakan oleh negara dan rakyatnya, sedangkan di Indonesia, apa yang diajarkan tidak selalu dilaksanakan oleh negara dan rakyatnya. Dibanyak kasus teori dan praktek di negara negara selalu seiring dan sejalan. Berbeda sekli dengan kejadian di Indonesia.  Kenapa begitu???, disatu pihak  bangsa Indonesia berusaha mengimplementasikan asas asas / dasar dasar hukum, politik dan kekuasaan seperti yang berlaku di negara barat, dipihak lain bangsa Indonesia mempunyai cara pandang yang berbeda dengan  negara barat,  inilah akibatnya dan salah satu penyebabnya  adalah sistem pengajaran pendidikan tinggi di Indonesia.
Ketika kekuasaan Negara bertindak atas nama Hukum tak jarang terjadi pelanggaran hak hak rakyat yang mendasar, demikian juga sebaliknya ketika rakyat menuntut hak haknya tak jarang pula dianggapnya melanggar hukum,  hal ini kita dapati dari contoh sehari-hari tentang pengertian keadilan kaitannya dengan kasus kasus hak hak rakyat.

III. Persoalan Hukum, Politik dan Kekuasaan.

Satu saudara dengan korupsi adalah Kolusi dan Nepotisme. Tritunggal kata yang sukar dipisahkan, selalu seiring sejalan, di banyak kasus selalu penyelenggara negara (wakil rakyat/pejabat pemerintah/PNS) menjadi penyebab utama, sementara pihak swasta sebagai pencari kerja wajar ikut terlibat didalamnya. Secara teori (bahkan orang awam pun tanpa teori hukum) tak sulit untuk mengidentifikasi siapa yang melakukan kejahatan korupsi ini, siapa siapa sebagai peran utama, siapa pula peran pembantu, wong unsur unsurnya jelas; perbuaan melawan hukum; penyalah gunaan wewenang; memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Sayangnya ketika kasus korupsi berkaitan erat dengan politik dan kekuasaan jangan berharap kasus ini terurai dengan mudah.
Dalam banyak kasus terdapat beberapa bagian tanah yang digunakan oleh anggota masyarakat secara individual, tanpa pengakuan resmi oleh negara, dengan cara-cara mereka sendiri untuk menggunakan dokumentasi negara (terutama sertifikat/surat tagihan pajak/ girik /petok D) sebagai bukti hak mereka untuk menggunakan tanah. Situasi ini dapat ditemukan baik di daerah pertanian maupun perkotaan, baik oleh perseorangan atau sekelompok masyarakat/adat. Ketika terjadi kasus hak atas tanah ini, biasanya penyelenggara negara dengan menggunakan alat hukum dan kekuasaannya selalu tak bijak mensikapi nya, selalu berpegang pada bukti otentik berupa sertifikat hak dari BPN dengan mengabaikan asal usul tanah, tanpa mempertimbangkan kemungkinannya cara perolehan sertifikat hak tersebut dengan cara curang. Dan banyak kasus kasus lainnya, yang berujung pada kekuasaan.

IV. Penutup 

Kalau hukum dan Politik harus berujung pada kekuasaan, tak salah pula kita selalu katakan AH... TEORI, sama seperti  Emannuel Kant ketika memberi arti dan pengertian hukum, mengatakan : Noch Suchen die Juristen eine difinisien begriff von recht sama pula seperti  Lord Acton  mengatakan Power tends to corrupt, but absolute power corrupt absolutly“. 

*bacaan bersilancar diinternet.
soeroto1@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar