Kamis, 30 Mei 2013

OPTIMASI TENAGA AHLI DPRD


TENAGA AHLI DPRD


I. PENGANTAR.


Pemerintahan di Daerah terdiri atas Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, Walikota yang dilengkapi dengan perangkat Daerah, yaitu organisasi Pemerintah Daerah terdiri atas, Sekretariat Daerah, Dinas, Badan dan Lembaga Teknis Daerah (ditambah dengan Kecamatan dan Kelurahan/Desa untuk daerah Kabupaten dan Kota) yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah. Sebagai bagian dari unsur penyelenggaraan pemerintahan di Daerah, DPRD dibentuk untuk melaksanakan fungsi pokok yaitu : fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan sedangkan untuk melengkapi fungsi pokok dimaksud kepadanya diberi hak hak, yaitu : hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan hak imunitas. Oleh karena wakil rakyat tidak dapat lepas dalam peran representasi, artikulasi dan agregasi kepentingan rakyat banyak, maka diperlukan kemampuan personal dan kelompok dalam membawa kepentingan masyarakat banyak yang lebih luas di berbagai kesempatan, karena harus melewati proses politik dengan lembaga lain seperti pemerintah Daerah (eksekutif), ormas dan pelaku bisnis, sebab dalam pelaksanaan fungsi legislasi ini merupakan suatu proses untuk mengakomodasi berbagai kepentingan para pihak (stakeholders), untuk menetapkan bagaimana pembangunan di daerah akan dilaksanakan. Untuk melengkapi ke tiga fungsi itu DPRD  mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut :
  • membentuk peraturan daerah bersama gubernur;
  • membahas dan memberikan persetujuan rancangan Perda mengenai APBD yang diajukan oleh gubernur;
  • melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda;
  • Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan;
  • memilih wakil gubernur dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil gubernur;
  • memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
  • memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
  • meminta laporan keterangan pertanggungjawaban gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
  • memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah;
  • mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
  • melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan Gubernur dan Wakil Gubernur dan,
  • Perumuan fungsi, tugas dan wewenang DPRD diatur lebih lanjut dalam Peraturan Tata Tertib DPRD dan dibantu dengan pelayanan Sekretariat DPRD.
Dibandingkan Kepala daerah dalam kedudukannya sebagai kepala eksekutif, selain menguasai APBD  yang dilengkapi dengan perangkat Daerah,  cukup memadai, (Sekretariat Daerah, Badan/Dinas maupun lembaga teknis) sebagai unsur pelaksana, karena tugasnya yang bersifat administratif dan rutin, maka para unsur pelaksana ini pada umumnya memiliki kemampuan teknis  dan wawasan yang relatif memadai dan spesifik di bidangnya masing-masing, sementara anggota DPRD yang berjumlah 100 orang dengan berbagi latar belakang, pendidikan, pengetahuan, kemampuan, pengalaman dan ketrampilan yang beragam,  tidak sebanding dengan Kepala Daerah dengan sejumlah perangkatnya, wajar saja seperti kalau dalam penelitannya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkap   beberapa hal,  antara lain :
  1. Fungsi legislasi : (1) sebagian besar inisiatif Peraturan Daerah (Perda) datang dari Eksekutif; (2) kualitas Perda masih belum optimal, karena kurang mempertimbangkan dampak ekonomis, sosial dan politis secara mendalam; (3) kurangnya pemahaman terhadap permasalahan daerah.
  2. Fungsi anggaran : (1) belum memahami sepenuhnya sistem anggaran kinerja; (2) belum cukup menggali aspirasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan partisipatif; (3) kurangnya pemahaman terhadap potensi daerah untuk pengembangan ekonomi lokal.
  3. Fungsi pengawasan : (1) belum jelasnya kriteria untuk mengevaluasi kinerja Eksekutif, karena Daerah belum sepenuhnya menerapkan anggaran kinerja dengan indikator keberhasilan yang jelas; (2) hal tersebut mengakibatkan penilaian yang subjektif; (3) terkadang pengawasan berlebihan dan/atau KKN dengan Eksekutif.
Untuk mensejajarkan atau paling tidak dapat mengimbangi gerak langkah Kepala Daerah beserta perangkat dan unsur-unsur pelaksananya, terutama untuk meningkatkan kinerja yang lebih baik dalam mengembangkan pola hubungan kemitraan DPRD dengan Kepala Daerah, maka anggota DPRD sebagai legislator dalam memperkuat fungsinya, perlu antara lain; penguatan fungsi DPRD; Optimasi pelayanan Sekretariat DPRD dan dibantu oleh Tenaga ahli yang berkompten. 

II. TENAGA AHLI


Menurut ketentuan UU No.27/2009 juncto PP No.16/2010 dimungkinkan DPRD dibantu oleh tenaga ahli, dari kelompok pakar, dan atau tim ahli kepada DPRD, dan memang seharusnya DPRD memiliki penasihat, pendamping, atau pembantu (selain pelayanan dari Sekretariat DPRD) dalam melaksanakan fungsinya, sebatas kemampuan daerah mendukung. Penempatan Tenaga ahli ini paling tidak sesuai dengan jumlah fraksi dan alat kelengkapan dewan lainnya. Untuk penempatan tenaga ahli difraksi dapat dilakukan secara periodik, sedangan penempatan di alat kelengkapan dewan dilakukan secara insidensial, sesuai dengan kebutuhan.

1. Meningkatkan kemampuan legal drafting.

Fungsi legislasi dapat dijalankan DPRD lebih optimal dalam bentuk pembuatan kebijakan bersama-sama dengan kepala daerah, apakah itu dalam bentuk peraturan daerah atau rencana strategis lainnya, diperlukan tenaga ahli sejak perencanaan, pelaksa naan sampai dalam bentuk keputusan termasuk juga mengawasi pelaksanaannya, hal ini diperlukan untuk menjaga kemitraan yang seimbang, untuk itu anggota DPRD perlu memahami dan kemampuan legal drafting, dengan mengoptimasi tenaga ahli yang ada. Dibanyak kasus Raperda pada proses pembahasan, belum banyak tenaga ahli berperan disana, hal ini terbukti, antara lain :
1. Naskah akademik sebagai obyek pembahasan sebuah raperda, masih dianggapnya sebagai bahan mentah, bukan bahan setengah jadi. Padahal sejak penelitian, perumusan, sosialisasi, penyusunan draft raperda sampai tersaji dalam bentuk naskah akademik, keterlibatan tenaga ahli para akademisi, peneliti dalam penyusunan naskah akademik ini sangat vital, disamping telah dirumuskan dengan baik melalui berbagai hasil penelitian, referensi dikomunikasikan /disosialisasikan kepada masyarakat luas/pengguna perda, para tokoh/komunitas dan stackhoder lainnya, termasuk ketelitian dalam soal bahasa hukum.
UNDP memberikan pengertian sebagai berikut : Naskah akademik memuat gagasan pengaturan suatu materi perundang-undangan (materi hukum) bidang tertentu yang telah ditinjau secara holistik-futuristik dan dari berbagai aspek ilmu, dilengkapi dengan referensi yang memuat: urgensi, konsepsi, landasan, alas hukum dan prinsip-prinsip yang digunakan serta pemikiran tentang norma-norma yang telah dituangkan ke dalam bentuk pasal-pasal dengan mengajukan beberapa alternatif yangdisajikan dalam bentuk uraian yang sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan secara lmu hukum dan sesuai dengan politik hukum yang telah digariskan.
Untuk mampu menyusun seperti itu diperlukan tenaga ahli yang setidak tidaknya memiliki kualifikasi sebagai berikut :
berpendidikan serendah-rendahnya strata satu (S1) dengan pengalaman kerja paling singkat 5 (lima) tahun, strata dua (S2) dengan pengalaman kerja paling singkat 3 (tiga) tahun, atau strata tiga (S3) dengan pengalaman kerja paling singkat 1 (satu) tahun;
menguasai bidang pemerintahan; dan
menguasai tugas dan fungsi DPRD.
2. Naskah Akademik, merupakan naskah yang dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek atau arah pengaturan Rancangan Undang-Undang yang pada dasarnya merupakan buku thesis pertanggung jawaban bagi penyusun (Tim, Tenaga Ahli, atas prakarsa sekelompok anggota DPRD) dihadapan penguji ( Komisi pembahas ) pada kesempatan rapat2 pembahasan/hearing/publik hearing sampai tahapan finalisasi. sebagai bahan pembanding, menurut penjelasan Proceding Officer Pemerintahan Lokal Cardiff UK " 99 % Naskah akademik dipastikan tidak banyak perubahan pada pembahasan parlemen lokal" .
3. Pertanyaan kunci bagi penguji Naskah Akademik adalah Apakah peraturan itu dibuat sudah sesuai dengan landasan dan azas azas pembentukan peraturan daerah ? Landasan pembentukan Perda, mencakup, Landasan filosofis, yaitu landasan yang berkaitan dengan dasar atau ideologi Negara; Landasan sosiologis, yaitu landasan yang berkaitan dengan kondisi atau kenyataan empiris yang hidup dalam masyarakat, dapat berupa kebutuhan atau tuntutan yang dihadapi oleh masyarakat, kecenderungan, dan harapan masyarakat; dan Landasan yuridis, yaitu landasan yang berkaitan dengan kewenangan untuk membentuk, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, tata cara atau prosedur tertentu, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 

Mengingat Peraturan Daerah adalah merupakan produk politis maka kebijakan daerah yang bersifat politis dapat berpengaruh terhadap substansi Peraturan Daerah. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan kebijakan politis tersebut tidak menimbulkan gejolak dalam masyarakat
Sedangkan pertanyaan lanjutan adalah mengenai asas asas pembentukan peraturan perundang-undangan, mencakup  :

  1. kejelasan tujuan,  “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai  tujuan yang jelas yang hendak dicapai”.
  2. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat. “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
  3. kesesuaian antara jenis dan materi muatan. “bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang- undangannya.”
  4. dapat dilaksanakan. “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.”
  5. kedayagunaan dan ke hasil gunaan. “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”
  6. kejelasan rumusan. “bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
  7. keterbukaan bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan,dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang undangan.

Sementara tugas tenaga ahli dalam setiap tahapan pembahasan adalah meyakinkan, menjelaskan dan memfasilitasi ketika Komisi Pembahas, melakukan rapat rapat pembahasan, publik hearing dengan berbagai pihak untuk meyakinkan bahwa raperda yang sedang dibahas layak diberlakukan. Sedangkan berkaitan dengan teknik penyusunan peraturan perundang undangan/teknik legal drafting  merupakan tanggung jawab tenaga ahli pada saat awal penyusunan draft raperda.

2. Tenaga Ahli Keuangan.



Fungsi budgeting/penganggaran merupakan fungsi DPRD yang berkaitan dengan penetapan dan pengawasan penggunaan keuangan daerah. Dalam pelaksanaan fungsi ini, DPRD perlu ditunjang dengan tenaga ahli yang memiliki kemampuan perencanaan/penganggaran keuangan Daerah. Dukungan ini diperlukan anggota dewan ketika merumuskan berbagai kebijakan bersama-sama dengan Kepala daerah, dalam bentuk telaah, rumusan KUA PPAS, kebijakan Keuangan, kebijakan pengawasan dan lainnya, sedangkan pemahaman public finance bersama dengan fasilitasi tenaga ahli perlu terus dikembangkan mengikuti penerapan sistem keuangan pemerintah yang terus berubah. Mengingat Fungsi budgeting ini merupakan fungsi yang sensitif dan strategis, biasanya sumber terjadinya kesalahan/kekeliruan dan penyalahgunaan keuangan daerah selalu melibatkan kedua unsur pemerintahan daerah tersebut.

3. Mengembangkan prosedur dan teknik-teknik pengawasan,


Pengawasan yang dilakukan DPRD adalah pengawasan politik bukan pengawasan teknis. Untuk itu DPRD dilengkapi dengan beberapa hak, antara lain hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat. Dengan hak interpelasi maka DPRD dapat meminta keterangan dari kepala daerah tentang kebijakan yang meresahkan dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat. Hak angket dilakukan untuk menyelidiki kebijakan tertentu dari kepala daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat dan diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Fungsi pengawasan DPRD bukan menjalankan fungsi pengawasan teknis, seperti Inspektorat atau BPK, namun setidak tidaknya memiliki manual pengawasan seperti yang di parlemen Australia, untuk ini dengan pendampingan tenaga ahli perlu dikembangkan baik model maupun tekniknya, karena dengan keberhasilan fungsi ini akan memberikan kredibilitas yang tinggi kepada DPRD. Dapat dipikirkan pula apakah pengawasan akan masuk pada soal-soal administratif, seperti mengawasi projek-projek pembangunan atau pengawasan terhadap daftar anggaran satuan kerja (DASK) yang merupakan kompetensi Inspektorat, atau paling tidak DPRD memiliki akses kepada hasil pengawasan Inspektorat, tetapi hal inipun harus dipertimbangkan dengan baik, mengingat Inspektorat selama ini merupakan bagian dari Satuan Pengawasan Internal (SPI) yang user-nya adalah kepala daerah.

 II. PENUTUP



Sekiranya upaya-upaya penguatan fungsi legislatif, optimasi pelayanan Sekretariat DPRD dan optimasi tenaga Ahli dapat dilaksanakan dengan konsisten dan terprogram, dapat diharapkan adanya peningkatan performance DPRD yang lebih baik. Kedepan hal ini merupakan tuntutan rakyat akan kualitas para wakilnya, mengingat Undang-undang No. 32 tahun 2004 menempatkan DPRD dan Kepala Daerah sebagai dua unsur pemerintahan daerah yang memiliki hubungan kemitraan yang menuntut adanya kesejajaran dalam kualitas kerja.

Referensi sederhana :
Parlemen Cardiff UK
Parlemen Australia Barat
Proyek UNDP : Panduan penyusunan Perda
Peraturan- Peraturan

SALAM SATU JIWA soeroto1@yahoo.com
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar