Selasa, 21 Mei 2013

REFORMASI MEI 1998 TERNYATA


Maafkan saya mahasiswa


Mengingat kembali 15 tahun yang lalu tepatnya pada pertengahan tahun 1998, tercatat dalam sejarah Indonesia , ada  peristiwa penting yang ditandai dengan mundurnya Presiden Suharto sebagai Kepala Negara dan Pemerintahan, tepatnya tanggal 21 Mei 1998, sebagai akibat dari berbagai krisis yang tak kunjung ada penyesaian.

Pemerintahan orde baru waktu, dengan slogan pembangunannya diharapkan mampu mengangkat Indonesia dari keterpurukan ekonomi, sosial dan politik, ternyata belum memberikan kemajuan yang berarti. Sedangkan peran sosial politik ABRI dengan otoritas dwiwungsinya, ternyata hanya untuk memperkokoh pemerintahan yang otoriter, tertutup, personal, represif dan sentralistik, yang ditunjukan dengan sikapnya, ketika warga negara menyampaikan hak politiknya menyampaikan kritik dan pendapat, sangat mudah dituduh  sebagai tindakan subversif, anti-Pancasila, anti pembangunan dan dicap sebagai komunis.  Sementara Golkar yang menjadi partai terbesar dibuatnya seolah  representasi suara rakyat sebagai perwujudan pembangunan demokrasi pada masa itu, ternyata tidak lebih dari alat pemerintah orde baru untuk mengamankan kehendak penguasa, sedangkan kegiatan kelembagaan negara lainnya , baik pusat maupun daerah ternyata tak lebihnya simphoni orchestrasi tanpa peduli,  ABS (Asal Bapak Senang).

Beruntunglah kita masih punya mahasiswa yang memiliki idealisme tinggi, dan diberbagai kesempatan dan belahan dunia, ternyata mahasiswa selalu terdepan memperjuangkan hak hak rakyat yang azasi Dan ternyata sukses melengserkan pemerintahan orde baru waktu itu, yang rentetan peristiwanya sebagai berikut :

5 Maret 1998
Dua puluh mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR untuk menyatakan penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban presiden yang disampaikan pada Sidang Umum MPR dan menyerahkan agenda reformasi nasional. Mereka diterima dan didukung oleh Fraksi ABRI.

11 Maret 1998
Soeharto dan BJ Habibie disumpah menjadi Presiden dan Wakil Presiden

14 Maret 1998
Soeharto mengumumkan kabinet baru yang dinamai Kabinet Pembangunan VII.

15 April 1998
Soeharto meminta mahasiswa mengakhiri protes dan kembali ke kampus karena sepanjang bulan ini mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi swasta dan negeri melakukan unjuk rasa menuntut dilakukannya reformasi politik.

18 April 1998
Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto dan 14 menteri Kabinet Pembangunan VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di Pekan Raya Jakarta namun cukup banyak perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang menolak dialog tersebut.

1 Mei 1998
Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dachlan mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.

2 Mei 1998
Pernyataan itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan reformasi bisa dilakukan sejak sekarang (tahun 1998).

4 Mei 1998
Mahasiswa di Medan, Bandung dan Yogyakarta menyambut kenaikan harga bahan bakar minyak (2 Mei 1998) dengan demonstrasi besar-besaran. Demonstrasi itu berubah menjadi kerusuhan saat para demonstran terlibat bentrok dengan petugas keamanan. Di Universitas Pasundan Bandung, misalnya, 16 mahasiswa luka akibat bentrokan tersebut.

5 Mei 1998
Demonstrasi mahasiswa besar - besaran terjadi di Medan yang berujung pada kerusuhan.

9 Mei 1998
Soeharto berangkat ke Kairo, Mesir untuk menghadiri pertemuan KTT G -15. Ini merupakan lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai Presiden RI.

12 Mei 1998
Aparat keamanan menembak empat mahasiswa Trisakti yang berdemonstrasi secara damai. Keempat mahasiswa tersebut ditembak saat berada di halaman kampus.

13 Mei 1998
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi datang ke Kampus Trisakti untuk menyatakan duka cita akibat  kerusuhan.

14 Mei 1998
Soeharto seperti dikutip koran, mengatakan bersedia mengundurkan diri jika rakyat menginginkan. Ia mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo. Sementara itu kerusuhan dan penjarahan terjadi di beberapa pusat perbelanjaan di Jabotabek seperti Supermarket Hero, Super Indo, Makro, Goro, Ramayana dan Borobudur. Beberapa dari bangunan pusat perbelanjaan itu dirusak dan dibakar. Sekitar 500 orang meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi selama kerusuhan terjadi.

15 Mei 1998
Soeharto tiba di Indonesia setelah memperpendek kunjungannya di Kairo. Ia membantah telah mengatakan bersedia mengundurkan diri. Suasana Jakarta masih mencekam. Toko-toko banyak ditutup. sementara  warga pun masih takut keluar rumah.

16 Mei 1998
Indikasi situasi Jakarta semakin panas, warga asing berbondong-bondong kembali ke negeri mereka, suasana semakin mencekam.

19 Mei 1998
Soeharto memanggil sembilan tokoh Islam seperti Nurcholis Madjid, Abdurrahman Wahid, Malik Fajar, dan KH Ali Yafie. Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir 2,5 jam (molor dari rencana semula yang hanya 30 menit) itu para tokoh membeberkan situasi terakhir, dimana eleman masyarakat dan mahasiswa tetap menginginkan Soeharto mundur.
Permintaan tersebut ditolak Soeharto. Ia lalu mengajukan pembentukan Komite Reformasi. Pada saat itu Soeharto menegaskan bahwa ia tak mau dipilih lagi menjadi presiden. Namun hal itu tidak mampu meredam aksi massa, mahasiswa yang datang ke Gedung MPR untuk berunjuk rasa semakin banyak. Sementara itu Amien Rais mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional.

20 Mei 1998
Jalur jalan menuju Lapangan Monumen Nasional diblokade petugas dengan pagar kawat berduri untuk mencegah massa masuk ke komplek Monumen Nasional namun pengerahan massa tak jadi dilakukan. Pada dinihari Amien Rais meminta massa tak datang ke Lapangan Monumen Nasional karena ia khawatir kegiatan itu akan menelan korban jiwa. Sementara ribuan mahasiswa tetap bertahan dan semakin banyak berdatangan ke gedung MPR / DPR. Mereka terus mendesak agar Soeharto mundur.

21 Mei 1998
Kamis, pukul 09.05 Diistana Merdeka Soeharto mengumumkan mundur dari kursi Presiden dan BJ. Habibie disumpah menjadi Presiden RI ketiga.

Sukses reformasi ini ternyata berawal dari idealisme mahasiswa, dipicu, dan digerakan oleh mahasiswa, dan seharusnya ucap terima kasih ditujukan kepada mahasiswa. Akhirnya ternyata kita salah, menyebut tokoh reformasi bukan dari kalangan mahasiswa.

SALAM SATU JIWA 

BERSAMBUNG.
soeroto1@yahoo.com

1 komentar: